Pendidikan adalah jembatan menuju masa depan. Pendidikan menunjukan suatu negara sebagaiman bahasa menunjukan suatu bangsa dalam konteks Bahasa sebagai Identitas.Dalam dunia yang semakin global dan penuh persaingan, kualitas pendidikan suatu bangsa menjadi tolok ukur daya saingnya. Namun, bagaimana kita memastikan bahwa pendidikan benar-benar membawa nilai dan manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya di daerah seperti Papua?
Pada kesempatan ini kami ingin mengingkan kembali betapa pentingnya "Pendidikan Masa Depan, Konsep dan Tantangan" karya Drs. Mardiya mengungkapkan dengan tajam bahwa pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Mulai dari rendahnya kualitas guru, kurangnya sarana prasarana, hingga implementasi kurikulum yang belum optimal. Tantangan ini tidak hanya dialami di pusat, tetapi lebih terasa di wilayah terpencil seperti Papua, di mana akses pendidikan berkualitas masih menjadi kemewahan bagi sebagian besar masyarakat.
Di Literature Papua.com ini, mari kita kaji lebih dalam bagaimana konsep pendidikan yang "ber-nilai" sebagaimana diuraikan oleh Drs. Mardiya, dapat diadaptasi dan diimplementasikan di Papua. Apakah tantangan yang disebutkan dapat diatasi? Dan bagaimana peran kita bersama dalam menciptakan pendidikan yang relevan dan bermakna untuk generasi masa depan Papua?
Kita harus tahu bahwa Dalam kehidupan bernegara, kualitas sebuah bangsa akan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, maka akan semakin tinggi pula kualitas bangsa yang bersangkutan. Disamping secara langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi positif terhadap kelangsungan hidup bangsa tersebut dalam percaturan antar bangsa di dunia. Dengan demikian, pelaksanaan program pendidikan dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia menjadi tuntutan yang tidak bisa di tawar-tawar.
Seiring
dengan dimasukinya era globalisasi di abad 21, pendidikan semakin urgen dalam
rangka menghadapi tuntutan zaman yang penuh persaingan di semua aspek bidang
kehidupan. Sekarang ini hampir tidak ada celah bagi bangsa yang kualitas sumber
saya manusianya rendah untuk dapat maju dan berkembang. Sebaliknya justru
bangsa tersebut secara perlahan tapi pasti akan tenggelam dari peta percaturan
dunia, seberapapun besarnya jumlah penduduk dan luas yang dimilikinya.
Menghadapi
kenyataan di atas, sekaligus sebagai respon terhadap lamban dan kurang
dinamisnya pendidikan di Indonesia, maka upaya peningkatan kualitas dan
relevansi pendidikan nasional dimasa harus dijadikan agenda utama disamping
perbaikan manajemen dan pemerataan pendidikan.
Pendidikan yang Ber-nilai DI MASA DEPAN:
Tanpa
mengurangi arti hasil-hasil pendidikan yang telah dicapai selama ini dan juga
program yang telah, sedang dan terus dilaksanakan, pendidikan nasional
Indonesia ke depan, harus menggunakan konsep kebermaknaan dalam setiap kegiatan
pembelajarannya, atau dalam istilah singkatnya pendidikan yang ber-nilai.
Artinya, pendidikan jangan lagi difungsikan sebagai formalitas kegiatan
pemerintah yang menghabiskan dana trilyunan rupiah, tetapi betul-betul harus
mampu memberikan value (nilai) bagi peserta didik sehingga mereka mampu hidup
secara dinamis di masyarakat, mampu beradaptasi, dan terbebas dari rasa
ketergantungan terhadap orang lain karena ilmu yang diperoleh mampu menopang
perjuangannya untuk mencapai penghidupan yang layak.
Untuk
dapat memberikan nilai yang lebih pada pendidikan kita, secara teknis upaya
pembelajaran yang ofensif dan pro aktif (offensive learning) menjadi tuntutan
mutlak. Prinsipnya, proses pembelajaran tidak dikendalikan oleh guru, tetapi
dikendalikan oleh peserta didik/pembelajar. Apa yang harus diajarkan, bilamana
diajarkan, dan bagaimana harus diajarkan semuanya ditentukan oleh pembelajar.
Pola pikir yang mendasarinya adalah pendidikan baik formal maupun non formal
tidak lagi terpisah dengan dunis bisnis, perdagangan dan politik yang notabene
merupakan realita kehidupan sehari-hari.
Dengan
konsep pembelajaran yang ber-nilai, kompetensi yang berbasis kecakapan hidup
(life skill) menjadi tujuan pembelajaran yang terpenting. Siswa diharapkan
tidak hanya mampu mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
sebatas teori, tetapi betul-betul menjadi keterampilan hidup yang dapat
dijadikan bekal untuk hidup secara bermakna bagi semua peserta didik. Jadi
paradigma pendidikan masa depan harus diubah dari sekolah untuk mendapatkan
ijazah atau keterangan lulus, menjadi sekolah untuk mendapatkan ilmu sebagai
bekal hidup. Dengan demikian, di masa-masa mendatang tidak akan terdengar lagi
lulusan sekolah yang menganggur karena tidak mendapatkan pekerjaan, sebab
mereka akan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, bahkan untuk orang lain.
Sekolah di masa depan ibaratnya seperti orang “magang”. Jadi ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh di sekolah langsung bisa dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Hanya
saja, agar dapat memberikan pendidikan yang ber-nilai bagi peserta didik
dibutuhkan paling tidak 3 konmponen yang berkualitas dan saling menunjang,
yaitu guru, kurikulum dan sarana prasarana belajar.
Harus
diakui, guru adalah komponen terpenting dalam upaya pencapaian pendidikan yang
ber-nilai. Karena siapapun pasti sependapat bahwa guru merupakan unsur utama
dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan
instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena
segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja
guru. Oleh karena itu, supaya pendidikan menjadi ber-nilai, maka guru yang
bertanggung jawab terhadap berhasil tidaknya pendidikan haruslah guru yang
betul-betul profesional dan memiliki nilai plus. Profesional ditandai dengan
keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang tinggi serta didukung oleh
etika profesi yang kuat. Sedangkan nilai plus ditandai dengan wawasan
pengetahuan dan atau pengalaman yang luas dalam bidang bisnis, perdagangan dan
menyiasati hidup. Tanpa guru yang profesional dan memiliki nilai plus, proses
pembelajaran di sekolah tidak akan berjalan optimal dan hanya akan berhenti
sebatas teori. Akibatnya tujuan pendidikan agar ber-nilai bagi peserta didik
tidak akan pernah tercapai.
Kurikulum,
juga merupakan komponen yang tidak kalah pentingnya untuk mencapai pendidikan
yang ber-nilai.
Karena
kurikulum tidak saja menentukan arah dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai,
tetapi secara teknis kurikulum juga menjadi acuan pelaksanaan program
pembelajaran di sekolah. Program pembelajaran yang dimaksud adalah Program
Tahunan, Program Semester, maupun program yang digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pembelajaran yang dikenal dengan nama Satuan Pembelajaran dan
Rencana Pembelajaran. Kurikulum yang mendukung pendidikan yang ber-nilai adalah
kurikulum yang memberikan akses seluas-luasnya pada peserta didik untuk
mengembangkan kecakapan hidup sesuai potensinya. Untuk itu setiap poin kegiatan
pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum secara jelas dan tegas hendaknya
mencantumkan kemampuan riil yang dimiliki peserta didik yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara sarana prasarana pendidikan merupakan komponen penunjang yang tidak dapat diabaikan dalam pencapaian pendidikan yang ber-nilai. Kuantitas dan kualitas sarana prasarana pendidikan, akan sangat menentukan keberhasilan program pembelajaran di sekolah. Hal ini bisa dipahami karena sarana prasarana pendidikan merupakan pendukung langsung terselenggaranya kegiatan pembelajaran. Termasuk dalam sarana prasarana pendidikan ini adalah alat pembelajaran (buku dan alat tulis), alat peraga, media pendidikan, gedung, meubeler (meja, kursi, dll), jalan menuju sekolah, asrama, dan sebagainya.
Tantangan PENDIDIKAN MASA DEPAN:
Pendidikan
yang ber-nilai di masa depan adalah konsep pendidikan yang diyakini dapat
mengatasi berbagai persoalan yang berkaitan dengan kesulitan mencari kerja
pasca sekolah atau berkaitan dengan kompleksnya permasalahan pendidikan selama
ini. Namun untuk menjadikan pendidikan lebih bernilai bagi peserta didik, kita
dihadapkan pada sejumlah tantangan dan permasalahan sebagai berikut :
Pertama, rendahnya kualitas guru. Kebanyakan guru di negeri kita belum memiliki profesionalisme yang memadai karena berbagai keterbatasan yang dimiliki. Diantaranya, tingkat penguasaan ilmu yang lemah karena tingkat pendidikan yang kurang memadai atau tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampu, tingkat kesejahteraan guru yang rendah karena gaji yang minim sehingga dalam mengajar tidak bisa konsentrasi, serta budaya membaca dan menulis guru yang cenderung buruk sehingga menumbuhkan mentalitas guru apa adanya, tidak kreatif, inovatif dan produktif.
Kedua, terbatasnya sarana prasarana belajar. Jangankan layak, sarana prasarana berlajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan saja disamping tidak mencukupi, kualitasnyapun cenderung buruk serta ketinggalan saja. Lihat saja, kondisi sekolah dan peralatan yang dimiliki untuk mendukung proses pembelajaran terutanma di desa-desa, sungguh-sungguh memprihatinkan. Data Balitbang Depdiknas (2004) menyebutkan tidak kurang dari 55 persen dari ruang kelas sekolah di Indonesia baik SD, SMP, SMA, MA dan SMK mengalami kerusakan ringan hingga berat. Belum lagi kurangnya buku bacaan, terbatasnya media belajar dan alat peraga hingga minimnya kualitas sarana pendukung belajar lainnya.
Ketiga,
belum dapat dilaksanakannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang berlaku
efektif sejak bulan Juli 2004 secara efektif dan efisien, karena berbagai
keterbatasan sumber daya guru dan berbagai sarana pendukung lainnya. Sementara
KBK yang sering diidentikkan dengan Kurikulum 2004 sebenarnya merupakan
perangkat yang dapat dijadikan sebagai “embrio” dari pendidikan yang ber-nilai.
Guna mengatasi ketiga tantangan dan permasalahan tersebut, tiada upaya lain yang lebih efektif untuk mengantisipasinya kecuali dengan cara peningkatan kualitas guru dengan cara lebih banyak memberikan bimbingan, pelatihan dan orientasi dalam rangka peningkatan profesionalisme kerja serta dengan meningkatkan kesejahteraannya. Disamping itu, tidak kalah pentingnya adalah penyediaan sarana prasarana belajar yang mencukupi dari sisi jumlah dan berkualitas dari sisi mutu.
Bila
kedua hal tersebut dapat dipenuhi, upaya lainnya yang perlu segera dilakukan
adalah membenahi manajemen sekolah, meningkatkan kinerja staf sekolah dan
meningkatkan peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang telah dibentuk
sehingga pendidikan yang bernilai dapat lebih cepat terwujud.
Sekarang
tinggal bagaimana pemerintah bersikap dan menindaklanjuti tantangan dan
permasalahan ini dengan meningkatkan anggaran di bidang pendidikan. Karena
betapapu, upaya pemecahan yang diajukan di muka tidak akan terlepas dari sisi
anggaran yang dipastikan membengkak. Keberanian pemerintah dalam hal ini
penting mengingat keterpurukan dunia pendidikan asional kita kunci utamanya
adalah sisi anggaran yang sangat kecil, terlebih bila dibandingkan dengan
negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, Inggris dan negara-negara Eropa
lainnya. Namun demikian tetap harus ada catatan, peningkatan anggaran
pendidikan harus diiringi dengan kontrol yang kuat dari pihak-pighak terkait
agar dalam penggunaannya dapat berjalan efektif dan efisien serta tidak
dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Untuk
memajukan suatu bangsa, terdapat tiga aspek penting yang harus menjadi
perhatian utama pemerintah bersama Rakyat:
Pertama,
peningkatan kualitas guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan. Namun, banyak
guru di Indonesia yang belum memiliki profesionalisme yang memadai, baik dari
segi penguasaan materi, kreativitas, maupun metode pengajaran. Masalah
kesejahteraan yang rendah juga menghambat mereka dalam memberikan yang terbaik.
Guru yang berkualitas harus terus dilatih, diberikan fasilitas, dan
disejahterakan agar mampu mencetak generasi unggul.
Kedua,
perbaikan sarana dan prasarana belajar. Kondisi sekolah yang tidak memadai, terbatasnya buku
pelajaran, alat peraga, serta minimnya akses teknologi membuat pendidikan di
banyak wilayah, termasuk daerah terpencil seperti Papua, jauh dari standar.
Pemerintah perlu berinvestasi lebih besar dalam infrastruktur pendidikan untuk
memastikan semua siswa memiliki lingkungan belajar yang layak.
Ketiga,
reformasi sistem pendidikan dan kurikulum.Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
atau kebijakan sejenis, sering kali sulit diterapkan karena kurangnya dukungan
teknis dan pelatihan. Sistem pendidikan juga perlu diarahkan untuk tidak hanya
fokus pada pencapaian akademik tetapi juga pada pengembangan keterampilan hidup
(life skills). Hal ini bertujuan agar lulusan tidak hanya mencari pekerjaan,
tetapi juga mampu menciptakan peluang kerja sendiri.
Dengan fokus pada tiga aspek ini—guru, sarana prasarana, dan sistem pendidikan—Indonesia dapat membangun generasi yang kompeten dan berdaya saing tinggi, menjadi landasan bagi kemajuan bangsa di masa depan dan menjadi kontributor keaslian ilmu pengetahuan bagi dunia.
Dengan demikian,Dalam Tulisan ini kami menyoroti
pentingnya pendidikan masa depan yang fundamental untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, terutama di Indonesia dan Papua. Literature Papua.com
mengedepankan pembahasan tentang pendidikan yang relevan untuk menjawab status
Papua sebagai wilayah tertinggal, namun juga memiliki potensi untuk menjadi
terdepan dalam pembaruan pendidikan.
Pendidikan yang Ber-nilai, karena Pendidikan harus memberikan nilai nyata bagi peserta didik, mengajarkan keterampilan hidup (life skills), dan mempersiapkan mereka untuk hidup mandiri di tengah realitas sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ini menuntut perubahan paradigma dari sekadar mengejar ijazah menuju pembelajaran yang menghasilkan kemampuan praktis dan bermakna.
Tiga Pilar Utama: Guru, Kurikulum, dan
Sarana Prasarana
1. Guru: Profesionalisme guru sangat
penting untuk mendukung pendidikan yang efektif. Guru harus memiliki wawasan luas,
kompetensi tinggi, dan semangat inovasi.
2. Kurikulum: Kurikulum berbasis
kompetensi yang mengutamakan kecakapan hidup sesuai potensi peserta didik
menjadi kunci.
3. Sarana Prasarana: Fasilitas pendidikan yang memadai, seperti buku, alat peraga, dan infrastruktur, sangat menentukan keberhasilan pendidikan.
Tantangan yang Dihadapi
1. Kualitas Guru: Kurangnya
profesionalisme dan kesejahteraan guru menjadi hambatan utama.
2. Sarana Prasarana: Banyak sekolah di
daerah, terutama di Papua, kekurangan fasilitas dasar untuk belajar.
3. Efektivitas Kurikulum: Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi sering terkendala keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas.
Solusi
Untuk mengatasi tantangan ini, perlu
ada:
- Peningkatan kualitas dan kesejahteraan
guru melalui pelatihan dan insentif.
- Penyediaan sarana pendidikan yang
memadai, terutama di wilayah tertinggal.
- Pengelolaan anggaran pendidikan yang transparan dan efektif.
Sebagai media literasi, Literature Papua.com berkomitmen mendorong diskusi tentang pendidikan masa depan yang relevan untuk masyarakat Papua, menghubungkan pendidikan dengan potensi lokal, dan membuka peluang untuk inovasi. Papua tidak hanya menghadapi tantangan, tetapi juga memiliki kesempatan besar untuk menjadi contoh pendidikan yang ber-nilai di Indonesia.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang berinvestasi pada kualitas guru, sarana pendidikan, dan generasi masa depan. "
Literature
papua.com
Sumber :
https://mardiya.wordpress.com/2009/12/22/pendidikan-masa-depan-konsep-dan-tantangan/