Pendahuluan : Ragam Berbicara
Papua,
Literature papua.com - yang hadir dengan keresahan dan minimnya tingkat
pendidikan di tanah papua telah berkomitmen dalam menuliskan dan menyadarkan kepada generasi milenial muda papua
untuk betapa pentingnya peran pendidikan dalam peradaban orang papua di
tanah papua dengan demikian kehadiran kami literature papua.com sebagai terang
yang membawa cahaya pengharapan di tegah kegelapan literasi dengan moto bahwa
"papuan act for papua" atau dalam bahasa indonesia "orang papua bertindak untuk
papua". maka pada kesempatan ini kami akan membahas tentang Bahasa sebagai
alat komunikasi efektif yang
dapat menyampaikan pikiran,isi hati, keresahan dan
berbagai hal dengan cara yang benar dan pada waktu yang tepat dengan tata
bahasa yang teratur dan
efektif .
Karena, Berbicara adalah kemampuan mendasar yang membedakan manusia dari makhluk lain. Melalui berbicara, kita tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga mencurahkan emosi, ide, dan aspirasi. Dalam konteks pendidikan dan sosial, kemampuan berbicara yang baik dapat membuka peluang, menjalin hubungan, dan menciptakan perubahan positif. Bagian ini akan mengantar Anda pada pemahaman mendalam tentang pentingnya ragam berbicara dalam kehidupan.
Berbicara adalah seni
menyampaikan pikiran dan perasaan melalui kata-kata. Dalam kehidupan
sehari-hari, berbicara memainkan peran penting sebagai alat komunikasi yang
tidak hanya menghubungkan individu tetapi juga menjadi media untuk mempengaruhi,
menginspirasi, dan membangun hubungan sosial. Ragam berbicara yang tepat dapat
menjadi penentu keberhasilan dalam menyampaikan pesan. Karena itu, memahami dan
mempraktikkan berbagai ragam berbicara menjadi sebuah keharusan, khususnya
dalam dunia pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang berbudaya.
Berbicara merupakan
kegiatan berkomunikasi yang penting dalam kehidupan manusia. Keinginan dan
gagasan yang ada dalam pikiran seseorang salah satunya dapat diungkapkan
melalui kegiatan berbicara. Dalam dunia pendidikan, keterampilan berbicara
sudah menjadi bagian dari khasanah ilmu yang dapat dipelajari dan dilatihkan.
Setiap orang melakukan
berbicara tentu memiliki tujuan dan situasi tertentu. Perbedaan tujuan dan
situasi berbicara ini telah melahirkan berbagai ragam kegiatan berbicara.
Berbicara dengan tujuan mempengaruhi tentu berbeda dengan berbicara dengan
tujuan menghibur orang lain. Selain itu, berbicara bukan kemampuan yang
bersifat instan, melainkan kemampuan yang memerlukan proses. Pada tahap
persiapan, seseorang yang akan berbicara salah satunya harus mengorganisasikan
gagasan. Dengan cara ini, seorang pembicara akan dapat menyampaikan gagasannya
sesuai dengan tujuan dan sasarannya.
Sebagai seorang pendengar, Anda perlu mempelajari hal-hal yang terkait dengan kemampuan berbicara seperti yang dikemukakan di atas. Untuk mencapai harapan tersebut, modul ini memaparkan konsep tentang ragam berbicara, organisasi, dan cara menanggapi gagasan yang dibaca.
Bagian l : Konstruktivisme sebagai Landasan
dalam Pembelajaran Inovatif
Seperti yang dikemukakan di bagian awal modul ini, adanya ragam-ragam berbicara yang cukup beragam, salah satunya disebabkan oleh tujuan berbicara yang berbeda-beda. Ragam bahasa pada modul ini dibahas berdasarkan ragam bahasa secara umum dan ragam bahasa untuk keperluan akademik.
A.RAGAM BERBICARA SECARA UMUM
Untuk membahas ragam-ragam berbicara sedikitnya dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu (1) tujuan berbicara, (2) situasi berbicara, (3) keterlibatan pihak-pihak dalam berbicara, dan (4) alur komunikasi dalam berbicara.
Penjabaran dari Masing-Masing
Aspek Ragam Berbicara Secara Umum yang perlu diketahuan dalam berbicara:
1. Tujuan
Berbicara
Tujuan berbicara
adalah motivasi atau alasan utama yang mendorong seseorang untuk berkomunikasi
secara lisan. Tujuan ini dapat beragam, di antaranya:
- Memberikan
informasi: Menyampaikan fakta, data, atau pengetahuan.
- Meyakinkan: Mengubah
pandangan, pendapat, atau perilaku orang lain.
- Menghibur: Membuat
suasana menyenangkan melalui humor, cerita, atau ungkapan kreatif.
- Membangun hubungan:
Memperkuat ikatan sosial atau emosional melalui percakapan santai atau
intim.
- Memecahkan masalah:
Diskusi untuk mencari solusi atas persoalan tertentu.
2. Situasi
Berbicara
Situasi berbicara
mencakup konteks atau keadaan di mana komunikasi terjadi. Ini dapat
diklasifikasikan menjadi:
- Formal: Biasanya
terjadi dalam rapat, seminar, atau pidato, di mana etika dan aturan komunikasi
lebih ketat.
- Informal: Percakapan
santai sehari-hari seperti berbicara dengan teman atau keluarga.
- Publik: Berbicara di
depan audiens besar, seperti ceramah atau kampanye.
- Pribadi: Komunikasi
yang lebih intim atau personal, seperti percakapan antara dua individu.
3. Keterlibatan
Pihak-Pihak dalam Berbicara
Pihak yang terlibat
dalam komunikasi menentukan dinamika berbicara. Beberapa tipe keterlibatan
adalah:
- Monolog: Satu orang
berbicara tanpa interaksi langsung dari pendengar, seperti pidato atau
cerita.
- Dialog: Percakapan
antara dua orang dengan interaksi timbal balik.
- Diskusi kelompok:
Melibatkan banyak orang dengan interaksi aktif untuk bertukar ide atau
pendapat.
- Komunikasi massal:
Seseorang atau sekelompok orang berbicara kepada khalayak luas melalui media,
seperti televisi atau radio.
4. Alur Komunikasi
dalam Berbicara
Alur komunikasi mengacu
pada bagaimana pesan disampaikan dan diterima. Alur ini dapat berupa:
- Satu arah: Pembicara
hanya menyampaikan informasi tanpa mendapatkan respons langsung, seperti siaran
berita.
- Dua arah: Ada
interaksi dan umpan balik antara pembicara dan pendengar, seperti dalam
percakapan atau wawancara.
- Multi arah:
Melibatkan banyak pihak yang saling bertukar ide atau pendapat, seperti diskusi
panel atau rapat tim.
Masing-masing aspek
ini saling terkait dan membentuk cara berbicara seseorang dalam berbagai
konteks kehidupan.
Bagian ll : Pentingnya Ragam Berbicara
dalam Kehidupan Sehari-Hari
Berbicara adalah inti dari komunikasi manusia. Dalam
kehidupan sehari-hari, cara kita berbicara mencerminkan kepribadian,
intelektualitas, dan niat kita. Memahami ragam berbicara memungkinkan seseorang
untuk beradaptasi dengan berbagai situasi, mulai dari diskusi santai hingga
negosiasi formal. Di bagian ini, kita akan mengeksplorasi mengapa kemampuan
berbicara yang baik menjadi fondasi keberhasilan di berbagai bidang.
1.Ragam Berbicara
Berdasarkan Tujuan Berbicara
Berbicara memiliki
tujuan berbeda-beda. Pengelompokan kegiatan berbicara dapat dilihat dari
tujuannya. Supriyana (2007: 1.13−1.14) mengemukakan bahwa sedikitnya ada lima
ragam berbicara yang dapat dilihat dari tujuannya, yaitu berbicara
argumentatif, berbicara persuatif, berbicara ekspositif, berbicara deskriptif,
dan berbicara naratif.
a.Berbicara
Argumentatif
Berbicara argumentatif
sering digunakan untuk meyakinkan orang lain. Ragam berbicara ini sering
ditemui pada pembicaraan di sidang pengadilan. Jaksa dan pengacara sering
menggunakan ragam berbicara ini dalam meyakinkan hakim bahwa tuntutan jaksa
atau pembelaan pengacara benar atau tidak benar. Untuk meyakinkan orang lain,
seorang pembicara argumentatif harus didukung oleh fakta, bukti, dan teori yang
telah diuji kebenarannya.
b.Berbicara Persuatif
Berbicara persuatif
sering digunakan untuk memengaruhi orang lain. Dalam berbicara persuatif,
pembicara berusaha mengungkapkan gagasan-gagasan yang dapat memengaruhi sikap
pembaca. Djamalaudin dkk., (1994: 99) menyatakan bahwa berbicara persuasi
merupakan upaya menyampaikan informasi lewat cara-cara tertentu yang membuat
orang menghapus gambaran lama yang ada di benaknya dan menggantikan dengan
gambaran baru sehingga berubahlah perilakunya. Contoh berbicara ini sering
dijumpai pada iklan produk dan iklan layanan masyarakat.
c.Berbicara Ekspositif
Berbicara ekspositif
digunakan untuk memperluas wawasan pendengar (informatif). Karena tujuannya
memperluas wawasan pendengar, pembicara tidak memiliki kepentingan lain selain
untuk memperluas wawasan pendengar. Walaupun tidak memiliki kepentingan,
seorang pembicara ekspositif sebaiknya seorang pembicara melakukan pembicaraan
dengan sebaik mungkin agar pendengar mendapatkan sesuatu yang baru dan berharga
dari pembicaraan tersebut. Contoh kegiatan berbicara ekspositif sering dijumpai
pada kegiatan seminar, ceramah, pidato, presentasi, dan sebagainya.
d.Berbicara Deskriptif
Berbicara deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran kepada pendengar tentang suatu objek. Seorang pembicara harus menggambarkan objek yang dibicarakan dengan sejelas-jelasnya sehingga pendengar secara emosional dapat merasakan seakan-akan objek tersebut dapat dirasakan atau berada di hadapannya. Kegiatan berbicara seperti ini sering dijumpai pada pembicaraan seorang polisi ketika meminta keterangan saksi sebuah kejadian. Ketika ditanya tentang ciri-ciri pelaku, seorang saksi dapat menyampikan ciri-ciri tersebut secara deskriptif.
e.Berbicara Naratif
Berbicara naratif
digunakan untuk menceritakan suatu kejadian atau peristiwa yang dialami atau
diimajinasikan pembicara. Berbicara naratif diikat oleh urutan waktu
(kronologis) dan urutan tempat (spasial). Contoh berbicara ini sering dijumpai
ketika seseorang menceritakan pengalamannya, baik untuk kepentingan kesaksian
dalam perkara hukum maupun hanya pendukung dalam bercengkerama.
Bagian lll : Formal atau Nonformal:
Menyesuaikan Komunikasi dengan Konteks
Tidak semua situasi berbicara sama. Berbicara dalam seminar resmi tentu berbeda dengan percakapan santai bersama teman. Di sini, kita akan membahas bagaimana konteks situasi, baik formal maupun nonformal, memengaruhi cara seseorang berbicara dan bagaimana beradaptasi untuk menciptakan komunikasi yang efektif.
2.Situasi Berbicara
Kegiatan berbicara
terjadi dalam situasi tertentu. Situasi tersebut dapat bersifat formal dan
nonformal. Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk menggunakan kegiatan
berbicara formal. Sebaliknya, dalam situasi nonformal, pembicara juga harus
menyesuaikannya dengan menggunakan kegiatan berbicara nonformal.
a.Kegiatan Berbicara
Formal
Disebut berbicara
formal karena terikat dengan situasi, tempat, dan prosedur tertentu. Keformalan
situasi yang melatarbelakangi, pihak yang terlibat dan tempat yang digunakan
untuk berbicara ini tidak sembarang. Pembicara harus orang yang memiliki latar
belakang, kepakaran, dan keterkaitan dengan topik yang dibahas. Begitupun
tempat yang digunakan harus sesuai dan mendukung kegiatan berbicara formal.
Contoh untuk kegiatan berbicara formal adalah pidato, ceramah, wawancara,
seminar, diskusi kelompok panel, dan sebagaianya.
b.Berbicara Nonformal
Berbeda dengan berbicara formal, kegiatan berbicara nonformal adalah kegiatan berbicara yang tidak mementingkan unsur gramatikal kalimat dan sangat tergantung kepada kesepahaman konteks ketika kalimat itu diucapkan. Contoh kegiatan berbicara nonformal dapat dijumpai pada kegiatan tukar pengalaman, percakapan, menyampaikan berita, menyampaikan pengumuman, bertelepon, dan memberi petunjuk (Logan dan Logan, 1972: 108).
3.Jumlah Pihak yang
Terlibat dalam Berbicara
Kegiatan berbicara
dapat melibatkan sejumlah pihak yang beragam. Jumlah keterlibatan pihak-pihak
dalam berbicara ini juga dapat dijadikan dasar pengelompokkan ragam kegiatan
berbicara. Dilihat dari jumlah pihak-pihak yang terlibat, kegiatan berbicara
dapat dibagi menjadi dua ragam, yaitu berbicara individual dan berbicara
kelompok.
a.Berbicara Individual
Berbicara individual
dilakukan oleh satu orang pembicara. Dalam kegiatan berbicara ini, dimungkinkan
ada keterlibatan pihak lain, tetapi peran mereka hanya sebagai pendengar pasif.
Contoh kegiatan berbicara ini dapat dijumpai dalam pidato dan monolog.
b.Berbicara Kelompok
Berbicara kelompok
melibatkan banyak pembicara. Banyak tujuan mengapa kegiatan berbicara ini
melibatkan banyak berbicara, antara lain untuk mencapai kesepakatan, memperluas
pengetahuan dan wawasan, atau untuk meyakinkan dan memengaruhi pendengar.
Contoh kegiatan berbicara kelompok dapat dijumpai pada kegiatan diskusi,
seminar, simposium, negosiasi, dan wawancara.
Bagian lV. Keterlibatan Pihak-Pihak
dalam Berbicara
Monolog, Dialog, atau Polilog: Dinamika dalam Komunikasi , Berbicara tidak hanya
melibatkan pembicara, tetapi juga pendengar atau audiens. Jumlah pihak yang
terlibat memengaruhi pola komunikasi, baik dalam bentuk monolog, dialog, maupun
diskusi kelompok. Di bagian ini, kita akan mengulas bagaimana dinamika
komunikasi ini memengaruhi efektivitas berbicara Anda.
4.Alur Komunikasi
dalam Berbicara
Berbicara tidak hanya
bertujuan menyampaikan informasi kepada orang lain. Akan tetapi, ada kalanya
seorang pembicara mengharapkan komentar, tanggapan, atau masukan dari pihak
lain, baik sesama pembicara maupun pendengar sehingga alurnya tidak lagi satu
arah. Di lihat dari alur komunikasi, kegiatan berbicara dapat dikelompokkan ke
dalam dua kelompok, yaitu berbicara monolog dan berbicara dialog.
a.Berbicara Monolog
Kegiatan berbicara ini
berlangsung satu arah. Seorang pembicara menyampaikan gagasannya kepada
pendengar, tanpa mengharapkan komentar atau tanggapan dari pendengar. Kegiatan
berbicara ini biasanya hanya untuk bersifat informatif, yaitu hanya
menyampaikan informasi-informasi tertentu kepada orang lain, misalnya pidato
dan pengumuman.
b.Berbicara Dialog
Berbicara dialogis,
yaitu kegiatan berbicara yang dilakukan dua arah dan melibatkan banyak pihak.
Kegiatan berbicara seperti ini dapat diwujudkan dalam beberapa format:
1) satu pembicara
dengan banyak mitra bicara, misalnya ceramah dan presentasi;
2) satu pembicara
dengan satu mitra bicara, misalnya wawancara;
3) banyak pembicara
dengan satu mitra pembicara, misalnya wawancara/dialog tokoh.
c.Berbicara Polilog
Polilog adalah jenis
kegiatan berbicara yang melibatkan partisipan lebih dari dua orang penutur.
Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dalam
komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi,
atau debat.
Bagian V: penutup
Peran Bahasa dalam Membentuk Peradaban Bahasa sebagai Alat
Transformasi Budaya dan Pendidikan untuk masa depan papua. Bahasa adalah salah satu elemen
fundamental dalam kehidupan manusia yang berperan besar dalam membentuk
peradaban. Melalui bahasa, manusia tidak hanya menyampaikan pikiran dan
gagasan, tetapi juga melestarikan nilai-nilai budaya, tradisi, dan pengetahuan
dari generasi ke generasi. Di berbagai belahan dunia, bahasa menjadi simbol
identitas yang mengikat komunitas, mencerminkan cara pandang mereka terhadap
kehidupan, dan menjembatani kesenjangan antarbudaya.
Dalam konteks pendidikan, bahasa menjadi medium utama untuk transfer ilmu pengetahuan dan pengembangan intelektual. Pendidikan yang efektif tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa yang baik dan benar, karena bahasa memungkinkan individu untuk memahami, menganalisis, dan mengembangkan pemikiran kritis. Dengan demikian, bahasa memainkan peran penting dalam mendorong transformasi masyarakat menuju kemajuan.
Di tanah Papua, bahasa juga memiliki dimensi yang mendalam. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa menjadi penanda identitas budaya yang kaya dan beragam. Namun, tantangan literasi yang masih dihadapi masyarakat Papua menjadi pengingat pentingnya peran pendidikan dalam memberdayakan bahasa lokal sebagai sarana untuk mengangkat martabat dan peradaban. Melalui pendidikan yang inklusif dan berorientasi pada kebudayaan, bahasa dapat menjadi cahaya yang menerangi jalan menuju perubahan sosial dan pembangunan yang berkelanjutan.
Bagian ini kami
mengajak untuk merenungkan peran
bahasa sebagai alat transformasi, baik dalam membentuk identitas budaya maupun
sebagai sarana pendidikan untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah.
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga elemen
penting yang membentuk peradaban. Melalui bahasa, nilai-nilai budaya
diturunkan, dan pendidikan disampaikan. Bagian ini akan mengeksplorasi
bagaimana bahasa berkontribusi pada perkembangan masyarakat dan peranannya
dalam pendidikan di tanah Papua.
Setiap kata yang diucapkan memiliki kekuatan untuk membangun
atau meruntuhkan. Dalam penutup ini, kita akan merenungkan pentingnya berbicara
yang bijak dan inspiratif. Semoga pembahasan ini memberikan wawasan baru dan
menginspirasi kita semua untuk menjadi pembicara yang tidak hanya efektif
tetapi juga beretika.
"Ketika kita mendengarkan dengan hati yang terbuka, kita menemukan cara untuk bersatu."
Oleh Literature
papua.com
Sumber :
Buku yang ditulis Oleh
Drs. Asep Supriatna, M.Pd.