Ilmu pendidikan teori kepribadian personality plus perspektif florence littauer


EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN  

Teori Kepribadian "Personality Plus" Perspektif Florence Littauer 

Papua, LiteraturePapua.com  –   Artikel ini mendalami teori kepribadian Personality Plus yang dikemukakan oleh Florence Littauer. Dalam karyanya, Littauer menjelaskan bahwa setiap manusia dilahirkan dengan ciri khas wataknya masing-masing. Tujuan utama artikel ini adalah mendeskripsikan konsep-konsep penting dari buku Personality Plus. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian berdasarkan teori Littauer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menjaga kepribadian yang sehat merupakan keharusan untuk menjadi individu yang mandiri, mampu mengenali kelebihan, memperbaiki kekurangan, dan menjaga emosi yang stabil. Kepribadian yang sehat memungkinkan seseorang berkembang dalam aspek sosial, menjalin hubungan yang baik, bertanggung jawab, dan tidak merugikan orang lain. 

Dalam teori Littauer, terdapat empat tipe kepribadian utama yang diadaptasi dari Hippocrates, yakni: 

1. Sanguinis: Ceria, ekspresif, dan berorientasi pada hubungan sosial. 

2. Koleris: Pemimpin yang tegas, ambisius, dan goal-oriented. 

3. Melankolis: Perfeksionis, introvert, dan sangat terorganisir. 

4. Plegmatis: Pendamai, tenang, dan cenderung introspektif. 

Memahami keempat tipe kepribadian ini penting untuk memperbaiki diri, hidup harmonis, dan saling toleransi. Bagi guru dan praktisi psikologi, teori ini bermanfaat untuk mendiagnosis karakter individu dan menentukan pendekatan yang sesuai dalam penanganan kepribadian. 

Hippocrates adalah seorang tabib Yunani kuno yang sering disebut sebagai "Bapak Kedokteran" karena kontribusinya yang besar terhadap ilmu kedokteran. Ia hidup sekitar tahun 460–370 SM dan berasal dari pulau Kos, Yunani.

Hippocrates terkenal karena gagasannya yang mendasar dalam kedokteran, yang menekankan pentingnya pendekatan rasional terhadap penyakit dan perawatan pasien. Beberapa poin penting tentang Hippocrates adalah:

1. Teori Empat Cairan Tubuh (Humoralisme) 

Hippocrates mengembangkan teori bahwa kesehatan tubuh bergantung pada keseimbangan empat cairan tubuh (humor), yaitu:

Darah (blood): berkaitan dengan sifat optimis dan energik.

- Lendir (phlegm): berkaitan dengan sifat tenang dan lamban.

- Empedu kuning (yellow bile): berkaitan dengan sifat pemarah dan ambisius.

- Empedu hitam (black bile): berkaitan dengan sifat melankolis atau sedih.

- Ketidakseimbangan cairan ini diyakini sebagai penyebab berbagai penyakit.

2. Pendekatan Rasional dalam Kedokteran 

   - Hippocrates memisahkan kedokteran dari kepercayaan mistis atau supranatural. Ia percaya bahwa penyakit memiliki penyebab alami dan dapat dipelajari melalui pengamatan.

3. Kode Etik Kedokteran 

   - Hippocrates dikenal melalui Sumpah Hippokrates (Hippocratic Oath), sebuah kode etik yang menjadi dasar dalam praktik kedokteran modern. Sumpah ini menekankan prinsip-prinsip seperti menjaga kerahasiaan pasien dan tidak merugikan mereka.

4. Peninggalan Tulisannya 

   - Karya-karya yang sering dikaitkan dengannya dihimpun dalam Corpus Hippocraticum, yang berisi tulisan-tulisan tentang diagnosis, perawatan, dan etika medis.

Hippocrates meletakkan dasar bagi praktik kedokteran ilmiah dan menjadi inspirasi besar dalam sejarah perkembangan medis di dunia.

Karena melalui karya Hippocrates melalui teorinya tentang empat cairan tubuh (humoralisme), yang juga dikenal sebagai Teori Empat Humor, memberikan dasar pemikiran mengenai kepribadian manusia. Meskipun teori ini awalnya berfokus pada kesehatan fisik dan diagnosis penyakit, pengaruhnya meluas ke pemahaman karakter atau kepribadian manusia. Keempat cairan tubuh yang disebutkan—darah, lendir, empedu kuning, dan empedu hitam—digunakan untuk menjelaskan sifat dan temperamen seseorang.

hubungan antara empat cairan tubuh dan kepribadian yang lebih sering dibahas dalam konteks kepribadian berdasarkan Teori Hippocrates adalah:

1. Darah (Sanguinis) 

   - Kepribadian: Sanguinis sering digambarkan sebagai orang yang ceria, ekspresif, dan mudah bergaul. Mereka memiliki sifat ekstrovert dan optimis. 

   - Cairan yang dominan: Darah, yang menggambarkan energi dan keceriaan.

2. Lendir (Phlegmatis) 

   - Kepribadian: Phlegmatis adalah orang yang tenang, sabar, damai, dan lebih introvert. Mereka cenderung menghindari konflik dan mencari kestabilan. 

   - Cairan yang dominan: Lendir, yang berkaitan dengan kedamaian, ketenangan, dan kestabilan emosi.

3. Empedu Kuning (Koleris) 

   - Kepribadian: Koleris sering digambarkan sebagai orang yang tegas, ambisius, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Mereka cenderung ekstrovert, aktif, dan penuh energi. 

   - Cairan yang dominan: Empedu kuning, yang berhubungan dengan temperamen yang cepat marah, bersemangat, dan fokus pada tujuan.

4. Empedu Hitam (Melankolis) 

   - Kepribadian: Melankolis adalah orang yang cenderung introspektif, pemikir, perfeksionis, dan lebih sering merenung. Mereka cenderung lebih introvert dan bisa sangat sensitif serta mudah merasa tertekan. 

   - Cairan yang dominan: Empedu hitam, yang dikaitkan dengan kecenderungan pesimis dan perasaan yang mendalam.

Melalui teori ini, Hippocrates memberikan gambaran bahwa kepribadian manusia bisa dipahami berdasarkan kecenderungan dominasi satu atau lebih cairan dalam tubuh. Meskipun teorinya tidak sepenuhnya diterima dalam kedokteran modern, namun pengaruhnya dalam memahami karakter manusia masih berlanjut, bahkan diperkaya dan dikembangkan oleh tokoh seperti Florence Littauer dalam bukunya “Personality Plus.”

Dengan mempelajari teori ini, kita bisa lebih memahami bagaimana sifat-sifat tertentu dapat berkembang berdasarkan kecenderungan alami kita, dan bagaimana keseimbangan atau ketidakseimbangan dalam aspek tersebut bisa memengaruhi kepribadian kita.

Dalam perspektif Florence Littauer, setiap manusia memiliki watak unik yang diibaratkan sebagai bahan mentah seperti granit atau marmer. Meski bentuknya dapat diubah, esensinya tetap sama (Littauer, 1996). Kepribadian juga diartikan sebagai ciri khas individu yang memengaruhi cara seseorang tampil dan memberikan kesan kepada orang lain (Syamsu & Nurihsan, 2007). 

Etimologi istilah "kepribadian" berasal dari bahasa Inggris, personality, yang dalam bahasa Latin berarti personare atau "kedok" yang digunakan aktor pada zaman Romawi. Dalam konteks ini, kepribadian sering dideskripsikan sebagai identitas individu, misalnya "saya orang pendiam" atau "dia pemarah". 

Kepribadian yang sehat, menurut Hurlock (1974), dicirikan oleh kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, harmonis dengan orang lain, dan efektif dalam masyarakat. Penelitian sebelumnya (Iskandar et al., 2018; Hibatullah et al., 2019) menyatakan bahwa teori Littauer membantu memahami kelebihan dan kelemahan individu, yang dapat diterapkan dalam pendidikan dan pengembangan diri.

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan pendekatan deskriptif, berdasarkan buku Personality Plus dan literatur pendukung lainnya (Faiz et al., 2022). Langkah-langkah penelitian ini mencakup pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2015). 

Hasil dan Pembahasan 

Kepribadian yang Sehat 

Kepribadian yang sehat, menurut Hahn & Payne (2004), adalah kunci untuk menjadi pribadi mandiri, stabil secara emosional, dan mampu memperbaiki kekurangan. Individu dengan kepribadian sehat dapat menempatkan diri dalam lingkungan sosial, bertanggung jawab, dan menjaga hubungan baik dengan orang lain. 

Tipe Kepribadian Menurut Florence Littauer 

1. Sanguinis: Ekstrovert, optimis, ceria, dan sangat memperhatikan penampilan. Mereka people-oriented, kreatif, dan menyukai kegiatan spontan. Namun, tipe ini cenderung kurang disiplin dan mudah terpengaruh lingkungan. 

2. Melankolis: Perfeksionis, introvert, serius, dan tekun. Mereka memiliki standar tinggi dalam pekerjaan dan kehidupan sosial. Namun, tipe ini rentan menyalahkan diri sendiri dan mudah tertekan. 

3. Koleris: Pemimpin yang ambisius, tegas, dan mandiri. Tipe ini berorientasi pada tujuan dan cenderung keras kepala. Kekurangan mereka adalah kurangnya empati dan cenderung mengabaikan perasaan orang lain. 

4. Plegmatis: Pendamai yang tenang, sopan, dan introspektif. Mereka adalah pendengar yang baik dan menyukai harmoni. Namun, tipe ini cenderung pasif, pemalas, dan sulit mengambil keputusan. 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian 

Kepribadian dipengaruhi oleh faktor internal seperti genetik, serta faktor eksternal seperti lingkungan sosial, budaya, dan kondisi ekonomi (Sjarkawi, 2008; Purwanto, 2007). Faktor-faktor ini dapat memengaruhi kesehatan kepribadian seseorang, baik secara fisik maupun emosional. 

Setiap individu dilahirkan dengan keunikan wataknya masing-masing. Memahami tipe kepribadian menurut teori Florence Littauer membantu individu memperbaiki diri, hidup harmonis, dan saling toleransi. Bagi pendidik dan praktisi psikologi, teori ini dapat menjadi panduan dalam memahami karakter individu untuk memberikan langkah intervensi yang tepat. 

Di dalam  jurnal ilmu pendidikan teori kepribadian personality plus perspektif florence littauer yang mengungkapkan setiap manusia dilahirkan dengan ciri khas wataknya masing-masing. Tujuan utama artikel ini mendeskripsikan konsep penting yang diambil dari buku Personality Plus karya Forence Littauer. Peneliti menggunakan studi pustaka untuk mendeskripsikan sifat-sifat kepribadian dari Florence Littauer. Hasil penelitian menunjukan bahwa menjaga kepribadian yang sehat merupakan sebuah keharusan untuk menjadi pribadi yang berkembang dan sehat agar lebih mandiri, mengetahui segala kelebihan dan berusaha untuk memperbaiki kekurangan dan emosi yang stabil. Orang yang memiliki kepribadian sehat akan berkembang dari aspek sosialnya karena pandai menempatkan diri dalam lingkungan dan menjaga hubungan baik dengan orang lain, bertanggung jawab, menyenangkan dan tidak merugikan orang lain. Dalam teori kepribadian terdapat beberapa tipe kepribadian diantaranya, tipe sanguinis, tipe koleris, tipe melankolis dan tipe phlegmatis. Teori tersebut diambil dari Hippocrates, seorang bapak ilmu kedokteran. Dapat disimpulka, memahami kepribadian hakikatnya untuk memperbaiki kepribadian agar dapat hidup saling memahami dan saling toleransi. Bagi para guru dan praktisi psikologis, tipe-tipe kepribadian ini sangat membantu dalam mendiagnosis karakter seseorang untuk menentukan langkah yang tepat dalam menangani kepribadian seseorang.

PENDAHULUAN

Dalam perspektif Florence Littauer mengungkapkan bahwa setiap manusia dilahirkan dengan ciri khas wataknya masing-masing. Florence mengillustrasikan diri sebagai bahan mentah dan jenis batu seperti granit, marmer dan lainnya. Dalam pemikirannya batu tidak akan berubah sebagai dasar batu, namun bentuk batu tersebut bisa diubah. Ilustrasi tersebut mengarahkan bahwa kepribadian dapat diubah namun sifat dasarnya yang tidak (Littauer, 1996).

Littauer juga mengilustrasikan kepribadian saat seseorang bercermin dengan bentuk wajah, rambut dan lainnya yang menggambarkan perilaku dan sifat manusia dengan keunikan yang dibawanya. Keunikan yang dibawa dari pembawaan keturunan. Kepribadian juga sering diartikan sebagai ciri yang paling sering terlihat pada diri individu tentang bagaimana individu tampil dan memiliki kesan bagi orang lain (Syamsu, Y dan Nurihsan, 2007).

Ditinjau secara etimologi, makna kepribadian mengambil dari bahasa Inggris yang berarti personality. Sedangkan dalam bahasa latin kepribadian adalah personare yang memiliki makna kedok atau topeng yang digunakan dalam bersandirwara oleh para pemeran di zaman romawi (Kussuma, W., & Henuk, 2021). Istilah kepribadian menurut Syamsu, Y dan Nurihsan, (2007) digunakan untuk mendeskripsikan seseorang berdasarkan pada identitas seseorang seperti ungkapan “saya orang yang pendiam atau terbuka”. Kesan secara umum seperti “dia pemarah”, “dia orangnya jujur”. Sedangkan kepribadian yang sehat dan bermasalah seperti “dia orang baik”, “dia orang yang pendendam”. Menurut Hurlock (1974) kepribadian yang sehat identik dengan individu yang dapat menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif di masyarakat karena memiliki keharmonisan dalam diri individu yang membawa kedamaian dengan orang lain.

Memahami tipe kepribadian mampu memberikan rekomendasi terkait kelebihan dan kelemahan diri. Penelitian terdahulu yang mengadopsi teori Florence Littauer adalah penelitian Iskandar (et al., 2018) yang mengatakan dengan teori personality plus karya Littauer memberikan kemudahan dalam memahami kelemahan dan keunggulan individu. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Hibatullah (et al., 2019) mengungkapkan pentingnya teori Florence Littauer untuk mengukur kemampuan siswa berdasarkan tipe kepribadian Littauer.

Hal serupa dilakukan oleh Susanti (et al., 2018) yang melakukan penelitian untuk memahami profil berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal yang mengacu pada teori Littauer untuk mengukur kepribadian siswanya. Dari penelitian terdahulu tersebut, teori Personality Plus karya Florence Littauer memberikan pemahaman bahwa teori ini bisa diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu yang mengambil sudut pandang kepribadian seseorang. Dengan demikian, penting dirasa membahas terkait dengan personality plus yang diungkapkan oleh Florence Littauer agar individu dapat memiliki kepribadian yang sehat sehingga membangun tatanan masyarakat yang damai dan tentram. Untuk itu artikel penelitian ini mendeskripsikan konsep-konsep penting yang diambil dari buku Personality Plus karya Forence Littauer.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, Peneliti  menggunakan metode “studi pustaka” (library research) untuk mendeskripsikan sifat-sifat kepribadian berdasarkan teori dari Florence Littauer. Fokus utama penelitian ini adalah buku “Personality Plus” karya Florence Littauer serta pustaka lain yang relevan untuk mendukung analisis (Faiz et al., 2022). 

Langkah-langkah penelitian studi pustaka dalam penelitian ini mengacu pada karya Nasution, Yaswinda, dan Maulana (2019), serta Pitaloka et al. (2021) dan Purwati et al. (2022). Adapun langkah-langkah tersebut meliputi: 

1.Identifikasi Sumber Pustaka 

Mengidentifikasi sumber-sumber pustaka yang relevan dengan topik penelitian, termasuk buku, artikel, jurnal, dan karya ilmiah lainnya. 

2.Pengumpulan Data 

Mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan sifat-sifat kepribadian yang dibahas dalam buku Personality Plus serta literatur pendukung lainnya. 

3.Klasifikasi Data 

Mengklasifikasikan data berdasarkan tema atau subtopik yang relevan untuk memudahkan analisis. 

4.Analisis Data 

Melakukan analisis data menggunakan teknik yang diadaptasi dari buku Sugiyono (2015), yang meliputi: 

   -Pengumpulan data: Mengumpulkan informasi dari berbagai pustaka. 

   -Reduksi data: Menyaring data yang relevan dan mengeliminasi informasi yang tidak mendukung fokus penelitian. 

   -Penyajian data: Menyajikan data dalam bentuk narasi, tabel, atau gambar untuk mempermudah pembahasan. 

   -Penarikan kesimpulan: Menarik kesimpulan berdasarkan temuan yang dianalisis. 

Alur analisis ini dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram berikut: 

Gambar 1 : Langkah-Langkah Penelitian Studi Pustaka

Selanjutnya, peneliti melakukan teknik analisis data yang mengacu pada buku Sugiyono (2015) dengan

teknik atau cara; mengumpulkan data, mereduksi data, menyajika data dan menarik kesimpulan terkait topik yang sedang dibahas. Langkah-Langkah Penelitian Studi Pustaka  Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada langkah-langkah penelitian studi pustaka sebagaimana dijelaskan dalam karya Nasution, Yaswinda, dan Maulana (2019) serta Pitaloka et al. (2021) dan Purwati et al. (2022). 

Selanjutnya, peneliti menerapkan teknik analisis data berdasarkan pendekatan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2015). Langkah-langkah analisis data tersebut meliputi: 

1.Mengumpulkan Data

   Menghimpun informasi dari sumber-sumber pustaka yang relevan dengan topik penelitian. 

2.Mereduksi Data

   Menyaring dan menyederhanakan data untuk mendapatkan informasi yang paling relevan dengan tujuan penelitian. 

3.Menyajikan Data

   Menyusun data yang telah diproses ke dalam bentuk narasi, tabel, atau diagram agar lebih mudah dipahami. 

4.Menarik Kesimpulan

   Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis data terkait topik yang sedang dibahas. 

Alur analisis data ini divisualisasikan dalam diagram berikut:


Gambar 2: Alur Analisis Data (Sumber: Sugiyono, 2013; Faiz & Soleh; Faiz, Novthalia, et al., 2022)


HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pentingnya menjaga kepribadian yang sehat menurut Hahn & Payne (2004) merupakan sebuah keharusan untuk menjadi pribadi yang berkembang dan sehat agar lebih mandiri, mengetahui segala kelebihan dan berusaha untuk memperbaiki kekurangan dan emosi yang stabil. Orang yang memiliki kepribadian sehat akan berkembang dari aspek sosialnya karena pandai menempatkan diri dalam lingkungan dan menjaga hubungan baik dengan orang lain, bertanggung jawab, menyenangkan dan tidak merugikan orang lain. Salah satu penelitian yang mengungkapkan pengtingnya memahami kepribadian diri sendiri dilakukan oleh Iskandar (et al., 2018) bahwa dengan memahami kepribadian diri masing-masing yang mengekspose bagaimana jenis kepribadian meliputi kelemahan dan kelebihan diri, yang kemudian dapat merekomendasikan berbagai pekerjaan yang cocok bagi pribadi tersebut.

Kepribadian yang sehat menurut Hurlock (1974, dalam Littauer, 1996) ditandai dengan 11 ciri diantaranya; 1) mampu menilai diri sendiri; 2) mampu menilai dan mengamati situasi; 3) mampu menilai prestasi scara realistis; 4) menerima tanggung jawab dengan baik; 5) memiliki kemandirian; 6) mampu mengendalikan emosi; 7) memiliki tujuan; 8) berorientasi keluar; 9) penerimaan sosial; 10) memiliki filsafat dalam kehidupannya; 11) bahagia. Ke 11 ciri tersebut merupakan indikator seseorang yang memiliki kepribadian sehat.

Berikut adalah 11 ciri-ciri kepribadian sehat menurutHurlock (1974, dalam Littauer, 1996): 

1.Mampu menilai diri sendiri 

   - Orang dengan kepribadian sehat memiliki kemampuan untuk memahami kekuatan dan kelemahan diri. 

2.Mampu menilai dan mengamati situasi 

   - Individu tersebut dapat memahami situasi di sekitarnya dengan baik dan mengambil keputusan yang tepat. 

3.Mampu menilai prestasi secara realistis 

   - Seseorang dengan kepribadian sehat mampu melihat prestasinya secara objektif, tanpa berlebihan atau meremehkan diri. 

4.Menerima tanggung jawab dengan baik 

   - Mereka memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas dan peran yang diemban. 

5.Memiliki kemandirian 

   - Orang dengan kepribadian sehat tidak terlalu bergantung pada orang lain dalam menjalani kehidupannya. 

6.Mampu mengendalikan emosi 

   - Mereka dapat mengatur dan mengekspresikan emosi secara tepat, tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain. 

7.Memiliki tujuan 

   - Seseorang yang sehat secara kepribadian memiliki arah hidup yang jelas dan tujuan yang ingin dicapai. 

8.Berorientasi keluar 

   - Mereka memiliki pandangan yang tidak hanya berpusat pada diri sendiri, tetapi juga peduli terhadap orang lain. 

9.Penerimaan sosial 

   - Orang dengan kepribadian sehat diterima di lingkungan sosial karena perilakunya yang positif. 

10.Memiliki filsafat dalam kehidupannya 

    - Mereka memiliki prinsip atau pandangan hidup yang menjadi pedoman dalam bertindak. 

11.Bahagia 

    - Seseorang dengan kepribadian sehat cenderung merasa bahagia dengan dirinya sendiri dan kehidupannya. 

Ciri-ciri ini menunjukkan indikator yang jelas tentang bagaimana seseorang dapat dianggap memiliki kepribadian yang sehat.

Membahas lebih dalam lagi tentang teori kepribadian bahwa kepribadian yang baik atau sehat sangat bergantung pada individu itu sendiri. Artinya hanya orang tersebut yang mampu merubah kepribadiannya. Dalam teori kepribadian terdapat beberapa tipe kepribadian diantaranya, tipe sanguinis, tipe koleris, tipe melankolis dan tipe phlegmatis. Teori tersebut diambil dari Hippocrates, seorang bapak ilmu kedokteran yang merumuskan bahwa dalam tubuh seseorang terdapat berbagai carian diantaranya; chole, melanchole, phlegma dan sanguis (Fauzi, 1990; Sinuraya, 2021).

Galenus menyempurnakan pendapat Hippocrates yang mengungkapkan bahwa ke empat cairan tersebut memiliki porsi tertentu, apabila salah satu cairan tersebut terdapat yang lebih dominan maka akan memunculkan kecenderungan sifat yang khas. Galenus menggolongkan manusia menjadi empat tipe diantaranya Koleris, Melankolis, Phlegmatis dan Sanguinis (Suryabrata, 2011).

Lebih jauh lagi berdasrkan pada ke empat tipe sifat kepribadian yang dijelaskan oleh Hipocrates dan Galenus, dikembangkan lagi oleh Littauer. Dalam bukunya yang berjudul Personaliy Plus, Littauer menjelaskan lebih rinci mengenai sifat masing-masing kepribadian tersebut diantaranya;

tipe yang pertama sanguinis. Tipe tersebut memiliki dasar pribadi yang ekstrovers, dan optimis. Sifat sanguinis sangat memperhatikan penampilan dengan fashion yang ter-update. Misal gaya pakaian, gaya rambut dan cenderung menyukai pakaian yang cerah. Pada tipe kepribadian ini memiliki kekuatan pribadi yang sangat bersemangat dan memiliki hati yang senang sehingga tidak membiarkan perasaan sedih tinggal dalam dirinya dalam waktu yang lama. Tipe sanguinis memiliki keceriaan, bersahabat dan sangat menikmati hidup. Tipe sanguinis juga merupakan orang yang senang berbicara dan bercerita yang biasanya dibarengi dengan gestur tubuh yang mengikuti ketika berbicara. Seseorang dengan tipe sanguinis akan menjadi people oriented atau mengedepankan hubungan dengan orang lain. Tipe sanguinis juga merupakan orang yang kreatif dan inovatif dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Prinsip kerja orang sanguinis Let’s Do it the Most Comfortable Way atau Mari kerjakan dengan cara yang paling menyenangkan.

Berdasrkan pada tipe sanguinis diatas dapat disimpulkan bahwa tipe sanguinis adalah mencerminkan orang yang mudah bergaul, suka berbicara, ekspresif, ceria dan cenderung kekanak-kanakan. Senang pujian, ingin menjadi pusat perhatian, mudah memaafkan dan menjadi orang yang menyukai hal yang spontan.

Meskipun demikian, bukan berarti tipe sanguinis ini tidak memiliki kekurangan, secara umum tipe sanguinis memiliki kecenderungan kurang disiplin. Karena sifatnya yang senang berbicara, akan membuat dirinya sangat mendominasi percakapan dan suka menyela. Hal negatif lain adalah kecenderungan dirinya yang suka berbicara berlebihan dan menambahkan dalam menceritakan suatu kejadian. Tipe sanguinis cenderung berpikir pendek dalam mengambil keputusan. Sanguinis juga memiliki kecenderungan tidak berpendirian tetap karena mudah terpengaruhi oleh lingkungannya atau memiliki penguasaann diri yang lemah karena godaan dari luar (Sjarkawi, 2008). Orang dengan tipe sanguinis sangat mudah tertekan dan stress karena kurangnya perhatian orang lain kepadanya. Untuk melampiaskannya makan tipe sanguinis ini memerlukan bepergian dan belanja.

Tipe yang kedua adalah Melankolis, menurut Littauer cairan yang dominan dalam tipe ini adalah empedu hitam (melanchole). Individu dengan sifat ini memiliki sifat introvert dan pemikir. Orang yang memiliki tipe ini adalah orang yang berorientasi pada kesempurnaan dan keteraturan. Memiliki obsesi dengan karya yang paling bagus. Orang yang memiliki tipe ini sangat serius dan tekun. Namun meskipun memiliki kecenderungan introvert, apabila sedang berada dalam keadaan bahagia yang memuncak mereka bisa menjadi orang yang ekstrovert.

Dari sudut pandang sosial, orang melankolis memiliki filter dalam memilih teman. Dari aspek pekerjaan orang melankolis ini memiliki kecenderungan perfeksionis dalam bekerja dan memiliki prinsip Let’s Do It the Right Way (Mari kerjakan dengan cara yang benar). Berdasarkan pada penjelasan tipe di atas, dapat disimpulkan bahwa orang melankolis memiliki standar hidup yang tinggi terutama dalam pekerjaan dan sosial. Kelemahan orang melankolis adalah memiliki sifat cenderung menyalahkan diri sendiri dan menjadi rendah diri karena sangat mudah dipengaruhi oleh perasaan. Tipe melankolis memang sangat peka dan sensitif, namun mereka juga dapat menjadi seorang yang pendendam. Dari segi pekerjaan orang dengan tipe melankolis juga mudah tertekan. Jika sudah demikian, biasanya mereka akan cenderung menarik diri.

Tipe yang ketiga adalah tipe korelis, Littauer menyebutnya dengan tipe empedu kuning (chole). Dari perspektif emosi, koleris bersifat ekstrovert dan memiliki sikap optimis. Ciri orang korelis biasanya terlihat simple, dari gaya penampilan misalnya mereka menyukai baju yang praktis seperti baju lengan pendek pada pria atau rambut pendek pada perempuan. Tipe korelis memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, memiliki ambisi dan energi yang lebih dominan di antara orang lain. Korelis memiliki sifat lain seperti memiliki kemauan kuat dalam mencapai sesuaitu dengan sangat berapi-api, aktif, mandiri dan sangat independen.

Bahkan mereka memiliki kecenderungan tegas dan berpendirian keras dalam mengambil keputusuan ketika orang lain tidak dapat memutuskan pikiran. Dalam sisi sosial, orang korelis tidak terlalu mementingkan teman karena bagi mereka bergaul dangan orang sekitarnya hanya akan membuang waktu saja dan tidak menghasilkan apapun. Orang korelis hanya akan berkegiatan apabila ada tujuan dan merasa senang dengan kegiatan tersebut.

Dalam pekerjaan, orang korelis memiliki target dan disiplin kerja yang tinggi. Let’s Do It My Way atau mari kerjakan dengan cara saya adalah prinsip kerja orang-orang korelis. Artinya bahwa tipe korelis adalah tidak perlu dirangsang melainkan merangsang lingkungannya dengan ide dan rancangan yang sangat ambisius. Penjelasan tersebut menandakan bahwa tipe orang korelis berorientasi pada goal oriented atau memiliki tujuan yang jelas dan kuat, dengan berani menghadapi tantangan. Namun demikian, tipe orang korelis justru terkenal dengan sifatnya yang kaku dan keras, bahkan cenderung mengabaikan perasaan orang lain. Terdapat sifat egoisme tinggi yang berorientasi bahwa mereka selalu benar dalam memimpin. Sifat korelis merasa sulit untuk mengungkapkan kasih sayang secara terbuka karena keras kepala dan tidak bisa menerima pandangan orang lain. Bahkan tipe korelis memiliki emosi yang meledak-ledak, terkadang akan menjadi sulit dikontrol apabila keputusan orang lain tidak sepaham dengan keputusannya sehingga membuat sifat korelis menjadi stress. Namun tipe korelis akan melampiaskannya dengan bekerja lebih keras lagi.

Tipe kepribadian yang ke empat adalah phlegmatis. Tipe tersebut merupakan tipe kepribadian lendis (flegma). Sifat dasarnya adalah introvers, suka mengamati dan pesimis. Namun demikian tipe phlegmatis ini memiliki sifat pendamai dan tidak menyukai kekerasan. Sifat plegmatis ini tidak mencerminkan emosi yang jelas karena cenderung konsisten dan tenang. Individu dengan tipe seperti ini akan menguasai dirinya dengan sangat baik dan lebih senang introspeksi diri. Dalam bersosialisasi orang phlegmatis cenderung mudah diajak bergaul, tenang, sabar, damai dan menyenangkan. Tipe ini dapat membuat orang tertawa bahagia karena humornya. Orang phlegmatis merupakan orang yang sopan, pemalu. Namun demikian dibalik pribadinya yang pemalu, individu ini memiliki kemampuan untuk merasakan adanya emosi yang ada pada sesuatu. Dalam bekerja orang dengan tipe phlegmatis sangat cakap dan memiliki kemampuan administratif yang baik.

Tipe phlegmatis memiliki sifat senang memberikan dukungan dan menerima pendapat orang lain. Tipe ini adalah penengah yang baik apabila ada pertengkaran. Dengan demikian bahwa tipe phlegmatis merupakan kepribadian yang sabar dan seimbang dan menjadi pendengar yang baik. Hemat berbicara tapi cenderung bijaksana. Memiliki belaskasihan dan perhatian, mudah diajak rukun dan damai. Kelemahan yang ada pada sifat phlegmatis adalah cenderung menarik diri dari segala keterlibatan karena menyukai perdamaian, cenderung pasif dan pemalas. Hal lain adalah tipe phlegmatis adalah mempermudah menempuh jalan pintas (easy way). Namun terkadang orang yang demikian menyukai berada dibelakang layar karena tidak menyukai jika sebagai pusat perhatian. Selain itu tipe ini tidak berani mengambil keputusan dan sulit untuk bilang tidak (menolak) kepada orang lain serta sering menunda-nunda pekerjaan karena kurang gairah dalam bekerja.

Ke empat tipe kepribadian tersebut tentu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Menurut Sjarkawi (2008) faktor internal berasal dari diri individu tersebut, faktor genetik atau bawaan sejak lahir yang terkombinasi dari kedua orang tuanya. Adapun faktor eksternal berasal dari luar yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Sementara Purwanto (2007) menyebutkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi kepribadian diantaranya faktor biologis, faktor sosial dan nilai kebudayaan.

Faktor-faktor tersebut menjadi salah satu indikator terbentuknya kepribadian, namun faktor tersebut masih bisa berubah seiring dengan adanya faktor gangguan fisik dan lingkungan menurut Syamsu, Y dan Nurihsan (2007, Faiz et al., 2021) kepribadian terganggu karena salah satunya adalah faktor fisik seperti kurang gizi, gangguan otak, mengkonsumsi minuman keras dan narkoba, bahkan faktor kecelakaan.

Sementara lingkungan adanya krisis ekonomi, keamanan dan politik yang menyebabkan stress dan depresi. Tak hanya itu adanya masalah sosial seperti tingginya angka kriminalitas dan pengangguran turut mempengaruhi kepribadian.

Teori Kepribadian: Tipe dan Pengaruhnya terhadap Individu 

Kepribadian adalah aspek penting dalam pembentukan diri individu. Kepribadian yang baik atau sehat sangat bergantung pada kemampuan individu untuk mengenali dan mengelola sifat-sifatnya. Dalam teori kepribadian, Hippocrates dan Galenus merupakan tokoh awal yang memberikan dasar pemahaman mengenai kepribadian manusia berdasarkan cairan tubuh, yakni chole (empedu kuning), melanchole (empedu hitam), phlegma (lendir), dan sanguis (darah). 

Galenus menyempurnakan teori Hippocrates dengan menjelaskan bahwa dominasi salah satu cairan tubuh memengaruhi sifat khas individu. Berdasarkan teori ini, kepribadian manusia dibagi menjadi empat tipe utama: Sanguinis, Melankolis, Koleris, dan Phlegmatis. Teori ini kemudian dikembangkan lebih rinci oleh Florence Littauer dalam bukunya Personality Plus, yang menjelaskan karakteristik masing-masing tipe. 

1. Tipe Sanguinis

- Ciri Utama: Ekstrovert, optimis, ceria, kreatif, dan menyukai perhatian. 

- Kekuatan: 

  - Pandai berbicara dan bercerita, sering menggunakan gestur. 

  - Menyukai kehidupan sosial dan bersahabat. 

  - Kreatif, inovatif, dan penuh semangat. 

  - Prinsip kerja: Let’s Do It the Most Comfortable Way. 

- Kelemahan: 

  - Kurang disiplin dan cenderung mendominasi percakapan. 

  - Berlebihan dalam berbicara dan mudah terpengaruh lingkungan. 

  - Mudah stres jika kurang diperhatikan, sering melampiaskan dengan belanja atau bepergian. 

2. Tipe Melankolis

- Ciri Utama: Introvert, pemikir, perfeksionis, dan berorientasi pada kesempurnaan. 

- Kekuatan: 

  - Memiliki standar hidup tinggi dan serius dalam bekerja. 

  - Prinsip kerja: Let’s Do It the Right Way. 

  - Fokus pada kualitas dan keteraturan. 

- Kelemahan: 

  - Cenderung menyalahkan diri sendiri dan mudah rendah diri. 

  - Sensitif, peka, dan bisa menjadi pendendam. 

  - Mudah stres dalam pekerjaan dan sering menarik diri. 

3. Tipe Koleris

- Ciri Utama: Ekstrovert, optimis, dominan, dan memiliki jiwa kepemimpinan. 

- Kekuatan: 

  - Tegas, ambisius, dan berorientasi pada tujuan (goal-oriented). 

  - Tidak memerlukan motivasi dari luar karena mampu memotivasi dirinya sendiri. 

  - Prinsip kerja: Let’s Do It My Way. 

- Kelemahan: 

  - Kaku, keras kepala, dan sulit menerima pandangan orang lain. 

  - Cenderung egois dan mengabaikan perasaan orang lain. 

  - Emosional dan sulit mengontrol amarah, yang sering dilampiaskan dengan bekerja keras. 

4. Tipe Phlegmatis

- Ciri Utama: Introvert, pengamat, pendamai, dan tenang. 

- Kekuatan: 

  - Sabar, sopan, dan memiliki kemampuan administratif yang baik. 

  - Pendengar yang baik dan bijaksana. 

  - Mudah bergaul dan humoris. 

- Kelemahan: 

  - Pasif, pemalas, dan suka menunda pekerjaan. 

  - Tidak suka menjadi pusat perhatian dan cenderung menghindari konflik. 

  - Sulit mengambil keputusan dan cenderung memilih jalan pintas. 

Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian 

Kepribadian seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh sifat bawaan, tetapi juga oleh lingkungan. Faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian meliputi: 

1. Faktor Internal: Genetik atau bawaan sejak lahir, yang diwariskan dari kedua orang tua. 

2. Faktor Eksternal: Lingkungan, interaksi sosial, dan budaya. 

3. Faktor Biologis, Sosial, dan Kebudayaan (Purwanto, 2007). 

Keempat tipe kepribadian ini memberikan panduan untuk memahami sifat dasar individu. Pemahaman mendalam terhadap tipe kepribadian dapat membantu seseorang mengenali kekuatan dan kelemahan diri, sehingga mampu berkembang menjadi individu yang lebih baik. Littauer menggarisbawahi bahwa setiap tipe kepribadian memiliki karakteristik unik yang dapat dikelola untuk mendukung kesuksesan dan kebahagiaan individu.

Penjelasan lebih dalam tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian 

Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam diri individu maupun lingkungannya. Berikut adalah penjelasan masing-masing faktor berdasarkan kategori: 

1. Faktor Internal 

Faktor internal mencakup aspek bawaan yang berasal dari dalam diri individu, antara lain: 

- Genetik (Bawaan Sejak Lahir): 

  Sifat-sifat yang diwariskan dari kedua orang tua melalui genetik, seperti temperamen, kecenderungan emosional, tingkat kecerdasan, dan bakat tertentu. Faktor genetik ini membentuk fondasi dasar kepribadian yang memengaruhi respons individu terhadap lingkungan. 

- Struktur Fisik: 

  Penampilan fisik, kesehatan, dan kondisi tubuh juga memengaruhi cara individu bersosialisasi dan memandang dirinya sendiri. Misalnya, seseorang yang memiliki kondisi fisik kuat mungkin lebih percaya diri dibandingkan individu dengan keterbatasan fisik. 

2. Faktor Eksternal 

Faktor eksternal adalah pengaruh dari luar individu yang membentuk kepribadian melalui pengalaman dan interaksi. 

- Lingkungan Keluarga: 

  Pola asuh, hubungan orang tua-anak, dan suasana rumah sangat memengaruhi perkembangan kepribadian. Misalnya, keluarga yang mendukung cenderung menghasilkan individu yang percaya diri. 

- Interaksi Sosial: 

  Hubungan dengan teman, rekan kerja, atau masyarakat memengaruhi kepribadian seseorang. Individu yang tumbuh dalam lingkungan sosial yang suportif cenderung memiliki kepribadian yang sehat. 

- Budaya: 

  Norma, nilai, dan tradisi budaya membentuk cara berpikir, perilaku, dan cara individu melihat dunia. Misalnya, budaya kolektivis lebih menekankan pada kebersamaan, sedangkan budaya individualis menekankan pada kemandirian. 

3. Faktor Biologis, Sosial, dan Kebudayaan (Purwanto, 2007) 

- Faktor Biologis: 

  Faktor biologis mencakup kondisi fisik, hormon, dan sistem saraf. Misalnya, hormon tertentu seperti serotonin atau dopamin dapat memengaruhi suasana hati dan perilaku seseorang. 

- Faktor Sosial: 

Lingkungan sosial termasuk pola hubungan antarindividu, kelompok, atau komunitas yang memengaruhi pembentukan kepribadian. Pengalaman sosial seperti sekolah, pekerjaan, dan aktivitas kelompok dapat membentuk karakteristik tertentu dalam diri individu. 

- Faktor Kebudayaan: 

  Kebudayaan mencakup nilai-nilai, kepercayaan, kebiasaan, dan norma yang berlaku dalam masyarakat tempat seseorang tinggal. Kebudayaan membentuk cara individu berpikir, bertindak, dan bersikap sesuai dengan harapan masyarakat. 

Kepribadian seseorang merupakan hasil dari interaksi antara faktor bawaan (internal) dan pengaruh dari lingkungan (eksternal). Kombinasi dari faktor genetik, biologis, sosial, dan budaya membentuk keunikan tiap individu. Dengan memahami faktor-faktor ini, seseorang dapat lebih memahami dirinya dan meningkatkan potensi kepribadian yang dimilikinya. 

Kesimpulan 

Dapat disimpulkan, dalam karya buku Florence Littauer bahwa setiap manusia dilahirkan dengan kekuatan dan kelemahannya sendiri-sendiri, dengan kata lain bahwa setiap manusia dilahirkan dengan ciri khas wataknya masing-masing. Dengan memahami ciri khas kepribadian masing-masing diharapkan manusia dapat terus belajar untuk memperbaiki kepribadiannya agar dapat hidup saling memahami dan saling toleransi.

Bagi para guru dan praktisi psikologis, tipe-tipe kepribadian ini sangat membantu dalam mendiagnosis karakter seseorang untuk menentukan langkah yang tepat dalam menangani kepribadian seseorang.

Dalam kajian mengenai teori kepribadian menurut Florence Littauer yang diambil dari bukunya Personality Plus, dapat disimpulkan bahwa setiap individu dilahirkan dengan ciri khas kepribadian yang membedakan satu orang dengan lainnya. Teori ini menekankan bahwa meskipun kepribadian bisa berkembang dan berubah seiring waktu, ciri dasar yang dimiliki seseorang tetap menjadi fondasi utama dalam membentuk perilaku dan cara individu berinteraksi dengan lingkungan.

Melalui pembagian kepribadian menjadi empat tipe utama—Sanguinis, Koleris, Melankolis, dan Plegmatis—Littauer memberikan kerangka yang jelas untuk memahami dan mengidentifikasi kepribadian seseorang. Pemahaman mengenai tipe-tipe ini bukan hanya bermanfaat untuk mengenali kekuatan dan kelemahan diri, tetapi juga untuk memperbaiki hubungan interpersonal dan menciptakan kedamaian dalam lingkungan sosial. Dengan mengenali kepribadian kita dan orang lain, kita dapat hidup lebih harmonis, saling menghargai, serta menghindari konflik yang tidak perlu.

Bagi para pendidik dan praktisi psikologi, teori ini dapat menjadi alat diagnostik yang efektif untuk memahami karakter individu, yang kemudian dapat digunakan untuk merancang pendekatan yang lebih sesuai dalam mengelola dinamika sosial dan pembelajaran. Hal ini juga dapat berkontribusi pada pengembangan pribadi yang lebih baik, baik dalam konteks pendidikan maupun kehidupan sosial.

Selain itu, kesadaran akan pentingnya memiliki kepribadian yang sehat juga sangat relevan. Kepribadian yang sehat, seperti yang diungkapkan oleh berbagai peneliti sebelumnya, berhubungan erat dengan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dalam berbagai situasi, menjaga keseimbangan emosi, serta menjalin hubungan yang saling mendukung dan positif dengan orang lain.

Dengan demikian, melalui pemahaman dan penerapan teori Personality Plus, individu dapat lebih sadar akan potensi diri mereka, memperbaiki kekurangan, dan berusaha untuk hidup dalam keharmonisan dengan sesama, yang pada akhirnya berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang damai dan beradab.

Penting untuk terus menggali dan mengembangkan pengetahuan tentang kepribadian melalui berbagai teori yang ada, seperti yang ditawarkan oleh Florence Littauer, agar kita bisa lebih memahami diri sendiri dan orang lain. Teori kepribadian ini menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas hidup, baik secara pribadi maupun sosial. Harapannya, dengan adanya pemahaman ini, kita dapat saling bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan saling mendukung.

"Anda adalah orang yang diciptakan dengan keunikan yang Anda miliki. Tidak pernah ada, ada, dan tidak akan ada orang yang sama persis seperti Anda. Keberadaan Anda adalah anugerah yang tak ternilai, dan perjalanan hidup Anda penuh dengan potensi yang hanya bisa diwujudkan oleh diri Anda sendiri. Jangan pernah ragu untuk menjadi diri sendiri, karena dunia membutuhkan keunikan yang hanya bisa Anda berikan." – Literature Papua.com


Sumber :

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 4 Tahun 2022

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 4 Nomor 4 Tahun 2022 Halm 5196 - 5202

Edukatif: jurnal ilmu pendidikan teori kepribadian personality plus perspektif oleh florence littauer

Literature papuan.com

Selamat datang di "literature papuan.com"! Kami adalah platform edukasi yang berfokus pada pendidikan bagi generasi bangsa Papua. Dengan komitmen untuk meningkatkan literasi di Papua, kami menyediakan konten yang informatif, inspiratif, dan relevan untuk mendorong perkembangan pendidikan di daerah ini. Di "literasi papua.com", kami percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Papua. Kami berkomitmen untuk memberikan akses ke pengetahuan dan informasi berkualitas melalui artikel-artikel yang menarik dan terpercaya.

Posting Komentar

berkomenterlah dengan bijaksana :

Lebih baru Lebih lama