Kita menjaga kesatuan semesta papua dengan Tuhan

 "KITA MENJAGA KESATUAN SEMESTA PAPUA DENGAN TUHAN ADALAH KEHARUSAN"



Kita dilahirkan bukan untuk menjadi pengecut dan pengkhianat atau menjadi budak NKRI, tetapi kita dilahirkan untuk menjadi pejuang sejati untuk mengubah "nasib Papua yang malang" menjadi "nasib Papua yang  beruntung" yang "menghasilkan buah buah Kerajaan Allah yaitu buah-buah Roh, buah-buah kebajikan, buah-buah kebaikan dan kebenaran yang melimpah bagi diri sendiri dan sesama hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. 

OTSUS DOB dikasih oleh Jakarta untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI. Target Jakarta adalah menduduki, menguasai Tanah Air Papua dan merampok Sumber Daya Alam (SDA) serta memusnahkan etnis Papua. 

POLITIK DE VIDE ET IMPERA "pecah belah dan jajahlah" adalah teori yang paling ampuh yang dipakai neo kolonial Indonesia untuk menghancurkan etnis Papua dan alam semesta Papua. Teori ini pernah dipakai para kolonial di masa lampau untuk menaklukkan wilayah-wilayah jajahannya diberbagai penjuru di dunia. Kini teori itu dipakai oleh NKRI untuk mengkoloni dan menjajah Papua. 

Kesatuan kita dan alam semesta dengan Tuhan pencipta itu abadi, sementara OTSUS dan DOB DOB pemekaran itu bersifat sementara. Maka itu, wajib hukumnya bagi bangsa Papua untuk menjaga dan menyelamatkan semesta Papua yang sedang dihancurkan melalui OTSUS DOB (pemekaran propinsi kabupaten kota) yang semakin menjamur di Tanah Papua. 

"Semesta diartikan sebagai segala sesuatu yang ada, telah ada dan akan ada" (sumber: wikipedia). Manusia adalah bagian dari alam semesta ini. Sejak penciptaan alam semesta ini, Tuhan memberi mandat kepada manusia untuk memanfaatkannya dengan bijak, sambil melindungi dan melestarikan segala ciptaan Tuhan di alam semesta ini dengan penuh rasa tanggung jawab. 

Tuhan menciptakan beribu ribu pulau dan lima benua. Kemudian Tuhan menempatkan segala suku bangsa pada masing masing pulau dan benua dengan batas batas yang amat jelas. Maka wajib hukumnya bagi setiap suku atau bangsa untuk menghargai batasan wilayahnya masing masing. 

Mencaplok wilayah suku bangsa tertentu atau bangsa lain dengan sewenang-wenang adalah tindakan melawan ketetapan Tuhan. Tindakan sewenang-wenang adalah ketidak-adilan. Ketidak-adilan adalah kejahatan. Dan kejahatan adalah dosa. Tuhan tidak kompromi dengan dosa.

Perilaku dan tindakan para kolonial di masa silam yang bengis, kini sedang diterapkan kembali juga oleh Negara Indonesia untuk mengkoloni Tanah Air Papua dan menjajah bangsa Papua dari sejak 1 Mei 1963 hingga kini. Langkah pertama dan terutama yang dilakukan oleh Negara Indonesia adalah menghancurkan budaya Papua. 

Berikut ini contoh penghancuran budaya; antara lain: 1) Buku buku sejarah Papua disita dan dibakar; 2) Tempat tempat keramat dihancurkan dan dialih fungsikan; 3) Budaya dan manusia Papua dipandang primitif dan kuno; Padahal orang tua mereka juga melewati fase-fase itu sebelum kontak dengan dunia luar; 4) Ada pula buku kritis warga Papua dilarang untuk dicetak dan dipublikasi; 5) Pelecehan atau penghinaan budaya Papua. 

Strategi lain yang Indonesia tempuh adalah memproduksi berbagai stigma dan dilabelkan kepada orang Papua seperti stigma bodoh, primitif, kuno, kotor, jijik, monyet, kete, pemalas, pemabuk, penjahat, pengacau, tidak mampu, tidak kreatif, tidak produktif, tidak inovatif, dan bahkan terakhir dicap teroris. Langkah ini ditempuh untuk membunuh karakter orang Papua, atau membunuh mental orang Papua melalui kejahatan verbal, serta bertujuan untuk mengkriminalisasi perjuangan luhur bangsa Papua. 

Sedangkan kejahatan tindakan ditempuh melalui miras yang dilegalkan oleh Pemerintah demi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ada jenis miras yang berlabel STOK KHUSUS IRJA (Papua) untuk memusnahkan etnis Papua. Ada pula budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) diajari oleh amber (pendatang) kepada orang Papua. Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Demikian pula para pejabat asal Papua ini belajar dari para pejabat Indonesia yang berbudaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu kegagalan OTSUS terjadi karena budaya KKN yang sudah membudaya dan sulit dibasmi dari sistem pemerintah Indonesia.

Salah satu strategi penghancuran etnis Papua adalah Pendropan Wanita Tanpa Susila (WTS), bahkan pemerintah menyiapkan tempat tempat khusus yang disebut lokalisasi bagi WTS untuk melakukan aksinya dan juga tempat tempat hunian lainnya, seperti karoke, perhotelan dan sejenisnya. Sehingga banyak generasi muda hancur, juga banyak rumah tangga hancur berantakan. Di era OTSUS - DOB banyak pejabat dan banyak kepala kampung telah memiliki lebih dari satu isteri, ada yang menjadi isteri sah, dan ada pula yang menjadi isteri piara atau isteri simpanan. Ini adalah strategi penghancuran moral akhlak (spiritsida) terhadap orang Papua, juga sekaligus pemusnahan etnis karena banyak yang mati karena terkena penyakit menular.

Budaya kerja keras sudah dihancurkan, kini diganti dengan budaya ketergantungan kepada bantuan pihak lain, entah melalui bantuan pemerintah (beras miskin - RASKIN, bantuan desa - BANDES), TOGEL, RUDO, JUDI, dan lain lain. Pekarangan rumah dan dusun yang ada tidak dikelolah dengan baik. Justru dusun dusun yang ada dibiarkan, bahkan dijual kepada pihak lain. Sehingga hak kepemilikan atas tanah jatuh ke pihak lain. 

Strategi berikutnya adalah menguasai pusat pusat ekonomi. Masyarakat pendatang memiskinkan orang Papua melalui berbagai cara. Setelah mereka membeli tanah, mereka akan membuka usaha dan memonopoli usaha  sehingga orang Papua dimiskinkan. Produk produk lokal, seperti pinang dan sagu saja kini dimonopoli oleh warga pendatang. Apalagi usaha usaha lain - ada dalam kendali dan monopoli warga pendatang. Warga asli Papua tidak diberdayakan dan tidak diberi peluang untuk bersaing dengan warga pendatang. Ini adalah salah satu bukti kegagalan OTSUS Papua.

Strategi berikutnya adalah penghancuran sistem pendidikan. Berbagai cara ditempuh untuk menghancurkan sistem pendidikan, baik formal maupun non formal. Para guru disibukkan dengan berbagai urusan dinas yang sesungguhnya tidak penting. Juga memaksakan sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi budaya setempat, juga setiap kali pergantian menteri Pendidikan dan Pengajaran selalu saja pergantian kurikulum. Dampak yang paling buruk dialami di Kampung Kampung yang jauh dari perkotaan. 

Bahkan pula ada sekolah yang tidak menjalankan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hingga berbulan bulan atau bahkan tahunan. Banyak guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik karena banyak alasan. Salah satunya karena Kepala Sekolah tidak transparan dalam penggunaan dana subsidi dari pemerintah, baik dari daerah, propinsi atau pusat. Inilah strategi penghancuran sistem pendidikan di era OTSUS Papua. 

Strategi berikutnya adalah Negara Indonesia mengendalikan lembaga Adat dan Agama, serta lembaga kemasyarakatan tertentu. Agar program dari pemerintah berjalan dengan baik dan tidak diprotes, maka para pemimpin Adat dan Agama serta pemimpin lembaga tertentu dirangkul oleh Pemerintah melalui pendekatan bantuan, entah bantuan tunai (uang) atau bantuan material (barang). Misalnya di era OTSUS Papua, setiap lembaga Agama dan Adat serta lembaga tertentu yang terdaftar di Kesbangpol mendapatkan alokasi dana khusus dari Pemda. 

Dengan adanya hubungan baik dengan pemerintah ini, ada pemimpin Agama dan Adat serta lembaga tertentu di tanah Papua tidak berani "menyatakan kebenaran dan tidak berani memperjuangkan keadilan" bagi warga atau jemaatnya. Ada pemimpin tertentu memakai nama "Tuhan", atau memakai nama "otoritas Adat" atau mengatasnamakan warga asli Papua untuk mendapatkan "uang" atau "harta benda lain" dari pemerintah Indonesia. 

Memang uang atau harta benda penting untuk menjalankan roda kehidupan lembaga Agama, lembaga Adat atau lembaga apapun, tetapi uang atau harta jangan dijadikan sebagai target utama dalam pelayanan; Apalagi menggadaikan "tetesan air matah darah keringat" warga asli Papua dengan "sepiring nasi" atau "serupiah" dari Pemerintah hanya untuk memenuhi kepuasaan pribadi atau kelompok atau golongan semata.

"Keselamatan jiwa jiwa dari belenggu dosa dan tirani penindasan adalah hukum tertinggi", dan itulah yang paling utama dalam pelayanan dan pengabdian. "Mencintai uang" adalah akar dari kejahatan. Ada tertulis dalam kitab 1 Timotius 6:10 "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka".

Jangan sampai mata hati rohaninya dibutakan oleh uang dan harta benda, sehingga tidak berani menyatakan kebenaran dan tidak berani memperjuangkan keadilan bagi warga atau jemaat yang dipimpinnya. 

Menjaga kesatuan dan merawat alam semesta Papua adalah keharusan bagi setiap kita yang ada di Tanah Papua, lebih khusus warga asli Papua. Tanggung jawab itu diberikan oleh Tuhan pencipta kepada para moyang di Tanah Papua. Kini kita adalah ahli waris tanah leluhur kita, maka kita diberi tanggung jawab untuk membangun kesatuan dengan alam semesta dan merawatnya dengan penuh kasih. Karena kita adalah bagian dari alam semesta itu. Roh kita berasal dari Tuhan Pencipta, maka Roh kita akan kembali kepada pemilik-Nya ketika ajal tiba; Sedangkan Tubuh (daging) kita berasal dari debu tanah, maka tubuh akan kembali menjadi debu tanah ketika ajal tiba. 

Orang lain dari luar Papua, di antara mereka, ada yang datang ke Papua untuk berbakti dan melayani dengan sungguh hati; ada pula yang datang hanya untuk merampok (mencuri) dan membunuh apa yang ada di Tanah Air Papua, dan di antara mereka pasti akan pulang ke tanah airnya; Tetapi khusus kita pemilik ahli waris tanah leluhur tidak akan pergi ke negeri orang lain. Kita pergi pun tentu akan kembali pulang ke negeri leluhur Papua, kecuali mati dan dikubur di negeri orang lain. Karena itu wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga kesatuan dan merawat alam semesta Papua dengan memelihara hubungan kesatuan kita dengan Tuhan Pencipta. 

Kita manusia adalah bagian dari alam semesta ini. Kita dilahirkan, dibesarkan, dan hidup di atas tanah air Papua, maka wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga keseimbangan dengan alam semesta dalam berziarah menuju kepada penggenapan maksud Tuhan Pencipta. Kita menjaga alam semesta melalui sikap dan tindakan nyata yaitu: melestarikan alam lingkungan, tidak menjual tanah, kalau sewa atau kontrak tanah itu boleh, tidak menebang pohon sembarangan tanpa tujuan, menanam pohon (penghijauan), memanfaatkan lahan kosong untuk bertani dan beternak, membuka usaha tertentu, tidak membuang sampah sembarang, tidak membakar dusun atau hutan, menjaga margasatwa, dan lain sebagainya. 

Kita juga punya kewajiban dan tanggung jawab untuk menjaga keaslian kulit hitam dan rambut keriting ini. Kulit hitam dan rambut keriting adalah anugerah terindah dari Tuhan yang harus kita terima dan syukuri; kulit hitam dan rambut keriting adalah hasil ciptaan Tuhan yang mulia sama seperti ras atau etnis lainnya di muka bumi ini. 

Semua ras atau etnis manusia di bawah kolong langit ini adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia. Karena itu wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga kulit hitam dan rambut keriting ini tetap lestari, tetap terjaga, terlindungi dan diwarisi. Untuk itu, hindari perkawinan campur. Hal itulah yang dikehendaki oleh Negara Indonesia. Kita kawin campur, maka keaslian etnis Papua yang berkulit hitam dan berambut keriting ini akan hilang; diganti dengan kulit sawo matang dan berambut panjang atau ombak ombak, yang menurut Megawati Soekarno Putri mengubah kulit hitam dan rambut keriting menjadi "Kopi Susu". 

Belakangan ini muncul pula fenomena baru. Sejak UU OTSUS Papua dan UU pemekaran pemekaran baik Propinsi maupun Kabupaten/ Kota diberlakukan di Tanah Papua, bermunculan egosentris kedaerahan, yaitu menjadi tuan di kampungnya, atau menjadi tuan di Distriknya, atau menjadi tuan di Kabupaten / di Kotanya, atau menjadi tuan di Provinsinya. Jika warga asli Papua dari Kampung lain, atau Distrik lain, atau Kabupaten/ Kota lainnya, atau propinsi lain di Papua, maka warga asli setempat menolak untuk memimpin sesuatu, padahal dia juga adalah warga asli Papua. 

Slogan "orang Papua menjadi tuan di atas negerinya sendiri melalui OTSUS" disalah-artikan sehingga muncullah ego kedaerahan, ego marga, ego suku, ego kampung, ego wilayah, ego keagamaan, ego kegerejaan, ego faksi, dan lain sebagainya.

Ada juga berbagai asrama dan ikatan kedaerahan bermunculan bagaikan jamur di era OTSUS dan DOB DOB. Ada pula egosentris keagamaan atau kegerejaan; adanya sentimen agama ini, agama itu, Gereja ini dan Gereja itu. Ada pula lembaga Adat yang dibangun dari Pemerintah, dan lembaga Adat asli. Lembaga Adat asli juga terpecah belah. Ada pula organisasi kemasyarakatan yang murni dan tidak murni. Ada pula kesatuan organisasi dalam perjuangan bangsa Papua juga terpecah belah. Ini semua adalah "politik adu domba" yang diproduksi oleh kaki tangan NKRI untuk memecah belah kesatuan bangsa Papua.

Jangan ada lagi yang masuk dalam perangkap "politik adu domba" yang makin digencarkan oleh negara Indonesia melalui OTSUS dan DOB DOB di Tanah Papua. Jangan ada lagi bahasa bahasa provokasi: "kamu dari gunung, kami dari pantai; kamu dari suku ini, kami dari suku itu; kamu dari wilayah ini, kami dari wilayah itu; kamu dari agama ini, dan kami dari agama itu". Itu adalah "politik adu domba" yang digencarkan oleh Negara Indonesia kepada kita, agar kesatuan kita dipecah-belah dan dihancurkan, sehingga kita tidak bersatu dan solid dalam mewujudkan cita cita luhur kita yaitu kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua.  

Marilah kita menjaga kesatuan alam semesta Papua dengan Tuhan Pencipta agar kita kuat untuk meraih cita cita luhur bangsa Papua, yaitu bebas berdaulat dan damai sejahtera lahir bathin. Tanpa adanya kesatuan kita dengan Tuhan Pencipta, kita tidak akan mendapatkan apa yang kita impikan atau rindukan. 

"Kita adalah pejuang untuk perubahan tatanan kehidupan bangsa Papua ke arah yang lebih baik seturut kehendak Tuhan". Kita dilahirkan bukan untuk menjadi pengecut dan pengkhianat atau menjadi budak NKRI, tetapi kita dilahirkan untuk menjadi pejuang sejati untuk mengubah "nasib Papua yang malang" menjadi "nasib Papua yang  beruntung" yang "menghasilkan buah-buah Kerajaan Allah yaitu buah-buah Roh, buah-buah kebajikan, buah-buah kebaikan serta kebenaran yang melimpah bagi diri sendiri dan sesama hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Atas pertolongan Tuhan, PAPUA PASTI BISA.

Akhirnya: "SATU RAKYAT SATU JIWA SIAPKAN JALAN TUHAN" 

literature Papua.com


Literature papuan.com

Selamat datang di "literature papuan.com"! Kami adalah platform edukasi yang berfokus pada pendidikan bagi generasi bangsa Papua. Dengan komitmen untuk meningkatkan literasi di Papua, kami menyediakan konten yang informatif, inspiratif, dan relevan untuk mendorong perkembangan pendidikan di daerah ini. Di "literasi papua.com", kami percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Papua. Kami berkomitmen untuk memberikan akses ke pengetahuan dan informasi berkualitas melalui artikel-artikel yang menarik dan terpercaya.

Posting Komentar

berkomenterlah dengan bijaksana :

Lebih baru Lebih lama